Oleh : Ach. Syaiful A'la
“Kompensasi”. Melihat judulnya saja buku ini menarik untuk dibaca. Apalagi ketika wacana tentang istilah “kompensasi” menjadi populer di tengah masyarakat kita – Indonesia ketika ada kebijakan pemerintah dengan menaikkan harga atau pencabutan subsidi bahan bakar minyak alias BBM.
Gus Mus – panggilan akrapnya KH. A. Mustofa Bisri – selain dikenal sebagai sosok ulama, juga dikenal sebagai seorang budayawan terkenal dan penulis yang produktif diantara banyak kiai-kiai pondok pesantren (NU). Banyak hasil karyanya yang berserakan di media cetak atau elektronik (online) kini telah menjadi sebuah buku. Bahkan tidak ketinggalan pula dalam percaturan perpolitikan nasional beliau juga merupakan salah satu (tokoh) pelaku sejarah (deklarator) dari berdirinya sebuah partai yang dilahirkan dari rahim Nahdlatul Ulama yakni, partai kebangkitan bangsa yang kemudian disingkat menjadi PKB.
Buku ini hanyalah sekumpulan tulisan penulis (KH. A. Mustofa Bisri) yang pernah berserakan di berbagai media lokal maupun nasional tentunya merupakan keresahan penulis dan respon terhadap berbagai fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia atas situasi baik yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah tentang masalah politik, ekonomi dan sosial keagamaan atau sebuah kejadian intern di masyarakat sendiri akibat ketidaksepahaman meraka dalam berbagai macam karakter yang berbeda-beda diantara kelompok atau golongan. Sepertinya pembahasan isi buku ini antara pembahasan satu dengan pembahasan selanjutnya kurang memiliki (koherensi) hubungan.
Terlepas dari beberapa kekurangan diatas, buku ini tetap layak hadir diruang pembaca. Karena tulisan – ide-ide Gus Mus dalam buku ini masih segar dan murni tidak ada interpensi dari pihak manapun serta bersih dari sarat kepentingan sepihak dalam penulisannya. Bisa dikatakan, kalau ingin mengetahui dan menyelami pemikiran Gus Mus yang “khas” maka buku ini adalah jawabannya.
Isi kajian buku ini dibagi dalam lima tema besar pembahasan pokok. Pertama, mengenai fenomena aktual yang terjadi di masyarakat Indonesia dan internasional. Misalnya tulisan Gus Mus mengenai kompensasi yang dipilih menjadi judul buku ini. Kritikan Gus Mus kepada pemerintah – eksekutif maupun legeslatif – kenapa sampai terjadi pengambilan keputusan pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang katanya merupakan sarana alternatif untuk mengatasi masalah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Tetapi kenyataannya berbicara lain, dari keputusan yang diambil tersebut malah menambah kelangkaan BBM, meningkatkan konsumsi BBM, tingginya harga minyak dunia, besarnya beban subsidi BBM dan lainnya (hal. 36-45).
Disini, Gus Mus juga memaparkan banyak tentang pelaksanaan pemilu di Indonesia, apa dan bagaimana Golkar dan PKB?, pesantren, jihad, terorisme, tidak ketinggalan pula pembahasan mengenai kekejaman bangsa Israel, semangat jihad, dipenghujung pembahasan ini seorang Gus Mus dengan tegas melontarkan kritikan-kritikannya yang “tajam” kepada pemerintahan Soeharto yang masih berkuasa pada waktu itu dalam judul tulisannya yang pernah dimuat dimedia terkenal yaitu “Pak Hartoku, Pak Hartomu, dan Pak Harto Kita” (hal. 140-144).
Kajian kedua, tentang dakwah dan amar makruf. Gus Mus dalam buku ini banyak menggambarkan bagaimana pola dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo zaman duhulu ketika menyebarluaskan ajaran Islam di Bumi Nusantara dengan tidak menyimpang dari ajaran agama (Al-Qur’an) – bil hikmah wa mauidzatul hasanah, tidak seperti yang dipertontonkan oleh beberapa kelompok Islam garis keras sekarang ini turun kejalanan sambil menteriakkan lafadz “Allahu Akbar” kemudian merusak fasilitas-fasilitas umum. Sehingga dari perbuatannya sendiri pada akhirnya berakibat pada penodaan terhadap agama (Islam) itu sendiri. Dibab ini juga menyinggung tentang proses lahirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan obrolan tentang fatwa-fatwa MUI yang sering menjadi controversial di mata publik.
Kajian ketiga, pembahasan mengenai prilaku kiai-kiai. Disini, cukup jelas sekali Gus Mus mendefiniskan tentang bagaimana proses gelar atau pangkat kiai dibentuk oleh masyarakat (seseorang bisa disebut sebagai kiai), pendefinisian antara kiai dan ulama (walaupun di masyarakat terkadang rancu pemaknaan antara kiai dan ulama), bagaimana ketika kiai terjun dalam politik praktis, hubungan antara pesantren dengan kiai, bahkan sampai kepada ketika kiai harus kembali lagi ke-pesantren-nya, ngurus pendidikan, memberdayakan masyarakat, ikut serta mencerdaskan masyarakat dan menjadi menyambung lidah umat. Sehingga – meminjam istilah Clifford Geertz – bahwa kiai adalah pialang budaya (cultural broker) benar-benar terwujud-nyata dan tidak perlu direvisi lagi. Tak kalah menariknya Gus Mus juga dalam bab ini menyuguhkan tulisan tentang Gus Dur, kiai dan politik.
Pembahasa yang keempat, bab ini berisi tentang kajian khusus bulan ramadhan (marhaban ya ramadhan). Misalnya Gus Mus menulis bahwa bulan ramadhan adalah bulan yang penuh hikmah, barokah, agung, serta bulan penuh ampunan (syahrul maghfiroh) untuk betul-betul dijadikan sebagai sarana memperbaiki diri dari segala perbuatan tercela yang pernah diperbuat sebelumnya, sehingga memasuki hari raya idul fitri, betul-betul keluar sebagai pemenang dan dalam kondisi suci (fitra). Dipembahasan terakhir bab ini juga menyajikan beberapa tulisan Gus Mus yang terkait dengan sesuatu di bulan ramadhan misalnya nudzulul quran, lailatul qadar dan lain sebagainya.
Pembahasan terakhir – kelima – dari tema besar buku ini adalah kajian tentang akhlak mulia. Dalam buku ini Gus Mus banyak menggambarkan tentang bagaimana akhlak yang baik dari seorang suri tauladan Rasulullah Muhammad Ibn Abdullah didalam melakukan dakwahnya, bergaul di masyarakat (muslim dan non muslim), keluarga, lingkungan, sahabat dan lain sebagainya. Dalam goresan penanya, Gus Mus menganjurkan (mengajak kepada kita semua tentunya) untuk berbuat adil walaupun itu sulit rasanya, tapi itu harus (tetap) dikerjakan oleh semua orang. Apalagi ketika seseorang dipercaya sebagai pemimpin Negara yang memegang otoritas kebijakan dalam segala hal yang menyangkut kepentingan orang banyak. Seperti presiden, gubernur, bupati, wali kota, camat, kades dan seterusnya.
Selamat menikmati sajian buku ini!
DATA BUKU
Judul Buku : Kompensasi
Penulis : A. Mustofa Bisri
Penerbit : Mataair Publishing, Surabaya
Cetakan : II, 2008
Tebal : x+312 Halaman
21 Mei, 2009
Gus Mus Membincang Nasib Bangsa
Label:
bbm,
ekonomi,
gus dur,
gus mus,
kompensasi,
Mataair Publishing,
nasib bangsa,
nu,
pemerintah,
pkb