Oleh : Ach. Syaiful A'la
Sekarang ini, masalah kemiskinan – dan problematika ekonomi secara global – telah merusak akal dan jiwa manusia. Para perusak sengaja memanfaatkan dan menakut-nakuti serta mempengaruhi yang lain masalah ini agar supaya mengikuti pemikiran, ideologi dan sistem yang telah dibuat oleh mereka. Terkadang mereka masih ngotot bahwa kebijakan dan langkah-langkah yang ia berbuat masih mengklaim berpihak kepada masyarakat. Tetapi pada kenyataannya mereka justru berbuat yang sebaliknya, memeras dan mangambil hak-hak mereka ketika tidak berdaya dengan tipu daya yang ia henuskan. Seperti kasus saat ini mulai dibeberapa daerah yang sedang diperaktekkan oleh oknom yang memang sengaja ingin meraup keuntungan besar dengan mengorbankan orang lain.
Ketidaktahuan seseorang dan suatu bangsa dalam bernegara atau tidak mempunyai prinsip tentang sistem perekonomian (Islam) memang membuat mereka gampang terpengaruh oleh pihak lain serta seringkali terperdaya dan terpengaruh dengan propaganda yang dibuat oleh pihak luar. Artinya, hal semacam ini penting bagi kita semua untuk mengetahui suatu prinsip perekonomian Islam guna meminimalisir terjadi rayuan dan tipu daya yang dilakukan oleh orang luar, kalau kita tilik lebih mementingkan mementingan sepihak, alias kepentingan atas dirinya sendiri atau kelompoknya saja (status quo).
Islam dalam konsep perekonomian tidak menghendaki yang namanya sistem monopoli dan tidak dibenarkan oleh syara’. Seperti perekonomian yang terapkan oleh masyarakat Arab ketika itu. Dahulu, Arab telah terjadi hukum rimba, siapa yang kuat menjadi raja yang lemah menjadi mangsa. Akhirnya turunlah ayat Al-Qur’an sebagai kutukan terhadap sistem perekonomian yang tidak sehat, yakni ayat Allah menghalalkan baginya jual beli dan mengharamkan riba.
Akhir-akhir ini persoalan mendasar yang dihadapi masyarakat adalah tentang permodalan dan pemasaran. Tetapi permodalan lebih utama ketimbang dengan pemasaran. Karena permodalan sebagai pintu utama untuk berusaha. Sehingga yang harus menjadi garapan utama untuk memajukan perekonomian masyarakat adalah dengan cara memberikan bantuan modal kepada masyarakat agar ia bisa mandiri dalam melakukan usaha oleh lembaga koperasi dan biasanya dikenal dengan istilah bank harian yang ada dengan prinsip pola syari’ah.
Kenapa harus dengan pola syari’ah? Suatu tinjauan kasus yang selama ini di Kecamatan Gapura Kabupaten Sumenep Madura. Kasusnya adalah terjadi dilingkungan masyarakat bahwa pinjaman modal yang diberikan oleh pemilik modal pajaknya mencapai sekitar 20 ada yang sampai 25% per bulan. Bahkan nasabah koperasi atau di kapupaten Sumenep lebih dikenal dengan sebutan bank harian jumlahnya sebanyak 3354 nasabah. Kasus yang terjadi misalnya orang meminjam modal sebasar Rp. 100.000, ia hanya menerima Rp. 94.000, karena Rp. 6.000 dipotong biaya administrasi. Sementara angsuran per minggu selama 1 bulan sebesar Rp. 5000, sehingga 1 bulan bunganya mencapai Rp. 150.000, dan bunganya mencapai Rp. 56.000, berarti bunganya mencapai lebih dari 50%.
Maka dari itu, perekonomian dan prinsip perbangkan syari’ah dipandang sebagai solusi mengantisipasi ketimpangan ekonomi di masyarakat dan bahkan internasional. Sistem ekonomi syari’ah telah mampu mewujudkan kesejahteraan dunia yang lebih adil. Perekonomian syari’ah memang menjadi solusi alternatif di tengah Negara ingin keluar dari krisis yang selama ini menyelimuti dunia. Sebab prinsip syari’ah melarang adanya transaksi-transaksi yang derivatif yang menjadi pangkal dari terbulensi global saat ini. Dalam prinsipnya, transaksi yang dilakukan berdasarkan syari’ah harus berdasarkan nilai dan aset yang tercatat secara jelas. Hal ini memang mulai diterapkan oleh beberapa di Negara, seperti Hongkong, Singapura, Ingris, dan Malaysia dengan penghapusan pajak ganda dan beralih ke transaksi perbangkan syari’ah.
Dari latar belakang itulah, NU Kecamatan Gapura merasa antipatif untuk ikut serta melakukan peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan sistem pola syari’ah. Walaupun langkah ini sebenarnya di NU pernah digarap oleh pendiri NU, yakni KH Hasyim Asy’ari dan KH Wahab Chasbullah. Awalnya bermula dari dari lokakarya yang akhirnya menemukan bahwa persoalan mendasar yang perlu pertaman kali diantaskan adalah penguatan modal yang selama ini kurang mendapatkan akses permodalan dan seringkali dikuasai oleh para pemodal atau praktek rentener yang cenderung mencekik usaha mereka.
Akhirnya apada tanggal 01 Juni 2004 pengurus MWC NU gapura menyepakati mendirikan sebuah usaha simpan pinjam pola syari’ah diberi nama BMT (Baitul Maal wa Tamwil). Yang perlu dibanggakan dari proses perjalannya, BMT NU Gapura telah mampu menyelamatkan kurang lebih 1716 pedang kecil (PKL) yang ada di pasar Gapura, Pintaro, Langit dan Batang-Batang dari praktik bank harian tadi (rentener/nyak-anyak).
tulisan ini, hanyalah gambaran singkat dari tulisan LKTI koperasi Jawa Timur