04 Maret, 2010

DIKENANG TAMPAK KEBESARANNYA*

Oleh: Ach. Syaiful A'la, S.Pd.I*


Ulama besar syekh Muhammad Musthafa Al-Maraghy yang terkenal dengan tafsir Al-qur'an "Al-Maraghy-nya", menulis kesannya tentang kehidupan Nabi Muhammad saw. dalam kata pengantar buku "Life Of Muhammad" karangan Dr. Muhammad Hussein Haikal Pasha, bahwa:

Semenjak manusia berada diatas permukaan bumi ini, ia telah mempunyai ingin mengetahui segala peraturan yang umum dan yang tertentu (yang tidak umum), yang terdapat disekelilingnya. Kemudian tiap kali manusia perhatikan alam ini, nyatalah kepadanya bahwa kebesaran alam ini lebih besar dari pada yang diketahui sebelumnya itu. Karena itu juga semakin tampaklah kepadanya kelemahannya dan semakin kurang pula sifatnya yang luhur.


Adapun Nabi Muhammad, Nabi pemabawa agama Islam, amat serupa benar keadaannya dengan alam yang besar ini. Semakin lama beliau semakin besar dari pada yang sudah-sudah. Bukan besarnya orangnya tetapi besar pribadinya.


Kontinuitas
Didalam diri tiap mansusia, ada banyak sekali pembawaan asli, yang menurut agama disebut sebagai "fitrah". Pembawaan ini dapat tumbuh subur, tetapi juga dapat mati gersang. Tak ubahnya seperti Iman yang merupakan karunia besar bagi manusia. Iman itu bisa berkembang dengan suburnya, manakalah senantiasa ada pemupukan dan pembinaan secara kontinuitas, secara terus menerus, namun Iman itu dapat kering tandus dan gersang, manakalah tidak pernah mendapatkan pemupukan dan perawatan sama sekali.


Umat Islam dituntut oleh al-qur'an, hal ini terdapat dalam surat al-ahzab ayat 21, berbunyi : laqad kaana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah ayat ini memerintahkan kepada kita (umatnya) supaya mencintai Nabi Muhammad saw. karena dia adalah contoh teladan bagi manusia. Makin sering tuntunan ini dikenang makin tebal dan mantap sesungguhnya kecintaannya kepada utusan Allah itu. Sebaliknya makin tidak dikenang semakin kering dan tandus kecintaan itu. Itulah sebabnya peringatan maulid Nabi setiap tahun selalu diperingati oleh kaum muslimin diseluruh dunia.


Hakekat kenabian
Kenabian adalah suatu karunia dari Allah yang tidak dicapai dengan usaha. Kenabian memang hanya diberikan kepada orang-orang yang memang dipersiapkan untuk itu oleh Allah, dengan bahan "hikmah dan ilmu". Hanya Allah yang lebih mengetahui siapa-siapa yang berhak menduduki tempat-tempat tersebut. Dan Nabi Muhammad saw. adalah satu diantara yang terakhir mendapatkan kenabian, dan tidak lagi sesudahnya. Ini adalah keyakinan.


Ada dua hal prinsip dasar yang dibawa Nabi Muhammad dalam memimpin umat manusia pada zaman akhir ini. Yakni bidang dasar atau fondamen hidup manusia, yang biasa kita kenal dengan istilah "akidah" dan yang kedua bersifat mengatur dalam pergaulan sesama manusia sebagai makhluk Tuhan, yang biasa disebut dengan "mu'amalah". Dari kedua bidang ini kemudian berkembang sesuai dengan tempat, sehingga meliputi seluruh kehidupan manusia. Sebagaimana disebutkan dalam al-qur'an yang artinya : "Meraka meliputi kehinaan dimana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang teguh kepada tali (agama) Allah, dan tali (perjanjian) dengan manusia". QS. Ali-Imran ayat 112.


Tugas Nabi dalam membimbing umatnya untuk bidang pertama, yakni akidah, didasarkan pada petunjuk wakyu, bukan atas pikiran atau pendapat pikiran. Wahyu itu menjelaskan secara detail tentang soal-soal Zat Tuhan dengan kesempurnannya. Ini tidak dilakukan bukan atas pikiran kerena masalah tersebut bukan jangkauan pikiran manusia.


Victor Hugo, seorang filosuf perancis, mengemukakan pendapatnya tentang Nabi Muhammad, dalam majalah "rohani" di Paris maret 1908 antara lain : "Alam mini bergerak atas dua kekauatan yang menggerakkannya. Kedua penggerak kekuatan itu berlainan, juga tidak dapat ditangkap oleh perasaan kita, yaitu roh dan kekuatan alam. Kekuatan alam ini mengikuti suatu peraturan yang sangat teratur secara mathematik. Sedangkan kekuatan roh itu merdeka tidak suatu apapun yang mengikatnya.


Berbagai Tantangan
Pada abad teknologi sekarang ini, diperlukan banyak sekali manusia-manusia teknokrat menurut bidangnya. Umat islam sebagai pewaris Nabi Muhammad saw. dihadapkan berbagai tentangan, untuk memecahkan berbagai problema kehidupan yang semakin komplek. Tangan ini tidak dapat hanya kita hadapi dengan jawaban tradisional, itu sudah ada dalam al-qur'an. Tetapi butuh dibuktikan secara konsepsional dan rasional bahwa memang betul-betul islam "islam itu yaklu wala yukla 'alaih". Untuk ini dibutuhkan pemikir-pemikir muslim yang berkreasi dan berkepribadian.


Agama kita sudah cukup banyak memberikan bahan mentah, yang masih harus diolah hingga enak untuk dianikmati. Pemahaman bahan-bahan pokok itu perlu sekali diperdalam oleh generasi mudah, sehingga warisan tak nilai itu dapat diwujudkan dalam bentuk-bentuk kongkrit, yang tidak perlu lagi mencari dari lain-lain konsep, tetapi bila sekiranya memang kita dapati pada bahan pokok itu. Namum demikian juga agama kita tidak menutup kemungkinan untuk mengangsu dari lain ladang, karena setiap kebaikan dan kebajikan adalah seperti benda hilang bagi kaum muslimin.


Dalam sebuah hadits Nabi disebut yang diriwatkan oleh Bukhari, bahwa dunia adalah mempunyai fungsi sosial, yang hendaknya dipergunakan kepentingan bersama. Dikala cukup hendaklah ingat kepada yang belum cukup. Dikala gembira hendaklah ingat kepada yang menderita. Itulah konsep Nabi Muhammad yang hendaknya menjadi "way of life" umatnya, sehingga menjadi umat yang wasathan, umat yang dapat berdiri tegak, ditengah gelombang arena kehidupan yang serba komplek ini.


*Alumnus IAIN Sunan Ampel, Surabaya
*Refleksi peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, 1431H