07 November, 2009

Mengamini Suara Hati

Oleh: Ach. Syaiful A'la, S.Pd.I


Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW pernah bersabda : “…didalam tubuh kita (manusia) terdapat segumpal darah, apabila segumpal darah itu baik, maka baiklah seluruh anggota tubuhnya, dan begitu sebaliknya, apabila segumpal darah itu jelek, maka rusaknya semuanya, segumpah darah itu tiada lain adalah hati”.


Setiap hari, mungkin kita sering melihat sebuah tulisan yang dipasang oleh orang-orang atau pemerintah dijalan-jalan yang biasanya rawan seperti rawan kecelakaan, tikungan, tanjakan, turunan tajam, jalan bergelombang, keramain tempat bermainnya anak-anak, atau ada hewan (anjing) galak dan lain sebagainya, biasanya ditulislah dengan kata-kata “Hati-Hati!”. Hal ini menandakan bahwa segala gerak-gerik tubuh kita selalu dikendali oleh segumpal darah yang disebut dengan hati.


Kita tentunya semuanya sepakat dan menyadari bahwa suara hati dalam diri seseorang itu tidak pernah bohong. Hal ini terlihat ketika seseorang misalnya melakukan suatu perbuatan kejelekan seperti mencuri, intimidasi, merampok, mencopet atau bahasa ngetrennya disebut dengan istilah KKN (korupsi, kolusi dan niputisme) hampir dipastikan muncul perasaan dalam hatinya yang paling dalam (fuadi) bahwa yang ia perbuat adalah menyimpang dari ajaran Agama, tetapi mungkin karena terpaksa dan desakan hawa nafsu mereka tetap melakukan hal yang mungkar.


Kejadian-kejadian seperti diatas bisa kita lihat dalam beberapa kasus, ketika seorang pencuri kemudian tertangkap apa yang terjadi? Ia menangis dan menyesal. Para pelacur yang setiap hari melayani laki-laki, ketika dilakukan penelitian dan wawancarai, ia menjawab babhwa didalam hati mereka juga menangis dan menyesal, tetapi karena himpitan globalisasi, kondisi ekonomi yang semakin menyusahkan orang lemah dan sebagainya, sehingga pekerjaan tersebut walaupu perbuatan keji tersebut bertantangan dengan agama yang telah dilakukan. Begitu pula dengan orang kafir Quraisy yang tidak mau mengakui kenabian Nabi Muhammad, sebenarnya ia tahu bahwa Muhammad adalah seorang utusan (rasul). Tapi kerena gengsi dan status mereka tetap mengingkarinya. Dari sini bisa kita simpulkan bahwa suara hati sebenarnya tidak pernah berbohong, selalu mengajarkan dan membimbing seseorang kepada jalan kejujuran dan kebenaran.


Kehidupan modern yang sangat rumit dan kompleks seperti sekarang ini penuh dengan problematikan dan tantangan yang sangat mudah memicu terjadi segala hal pada diri seseorang. Orang yang selalu menuruti apa yang menjadi kemauan otaknya kemudian tidak tercapai, biasa banyak yang cendrung stress. Karena hatinya telah bertentang dengan otaknua. Stress pada tindak lanjut akan menyebabkan seseorang kehilangan akal, arah, dan tujuan hidup. Untuk menyikapi dimaksud seseorang dituntut untuk memantapkan imannya kepada Allah. Iman kepada Allah bukan hanya mayakini bahwa Allah itu ada, tetapi meyakini juga bahwa Allah itu Maha Bijaksana, Maha Adil, tidak mungkin salah, dan tidak mendzalimi hambanya. Tanpa iman yang kuat kita tidak mungkin menghadapi kehidupan dengan tepat, wajar dan sukses.


Orang yang tenang, apabila hatinya tenang. Menghilangkan stress dan menjadikan hati tenang, damai, sejuk, sejahtera dan bahagia adalah tujuan hidup yang didambakan oleh semua orang di dunia ini. Tetapi untuk sampai kesana, mencapai ketenangan hati tidaklah gampang, mengingat tentang problematika kehidupan yang semakin kompleks, plik dan rumit. Namun bagi orang yang imannya sudah mantap kepada Allah, maka tidak dibenarkan jika berputus asa dalam berusaha untuk mencapai ketenangan. orang Orang yang gampang putus asa, dalam Islam adalah bagian dari duri dalam beragama, selain itu pula adalah tipu daya setan yang ditiupkan kepada manusia untuk mengikuti jejaknya menuju jurang ketidak pastian, tiada lain adalah tempat kesengsaraan.


Buku dengan judul Ketika Hati Bersimpuh yang ditulis Hery Sucipto, Sarjana dari Universitas Al-Azhar, Cairo, Mesir ini, mengajak kepada kita untuk selalu optimis dalam menghadapi hidup, tegar dalam menghadapi cobaan, serta penuh semangat dan energik dalam menggapai tujuan serta apa yang yang menjadi cita-cita dalam hidup ini. Didalamnya juga disajikan bagaimana kita (reader) dilatih untuk menyelesaikan suatu masalah, kiat meraih sukses dengan sabar, tulus dalam beramal dan beribadah, dan trik bagaimana untuk selalu menjadi orang yang bermamfaat kepada orang lain. Sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah: “Bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermamfaat bagi manusia” (khairun al-nass anfa’uhum li al-nass).


Didalam buku ini pula dipaparkan banyak kisah (sejarah) tentang orang-orang mulia yang tawadu’ dan selalu menuruti kemauan hatinya . Seperti Syeik Yusuf, ulama besar yang sampai mempunyai enam makam, kezuhudan Abu Dzar Al-Ghifari, Ummu Sulaim, seorang istri yang sangat bijaksana, Aisyah, yang menjadi Ibu Agung umat Islam, mengenalkan seorang sosok yang mempunyai cinta sejati kepada Allah, seperti Rabiah Al-Adawiyah, dan yang terakhir bagaimana belajar hidup cinta damai dari Rasulullah SAW.


*) Alumnus PP Nasa Gapura Timur, IAIN Sunan Ampel Surabaya


DATA BUKU:
Judul Buku: Ketika Hati Bersimpuh; Kisah Pensucian Hati, Tauladan dan
Perbaikan Diri
Penulis : Hery Sucipto
Penerbit: Himmah; Grafindo Groups, Jakarta
Cetakan : I, 2009
Tebal: 306 Halaman