27 Maret, 2009

Nyanyian Ulama Sufi untuk Nabi

Ach. Syaiful A'la

Pertengahan tahun 2007, kalangan kaum muslimin terutama bagi warga nahdliyyin dihebohkan dengan tudingan syirik yang dilakukan oleh H Mahrus Ali melalui bukunya Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik (seperti Nariyah, al-Fatih, Munjiyat, Thibul Qulub). Tudingan bahwa amaliah yang dilakukan oleh warga nahdliyyin adalah syirik, mendapat respon dari salah satu tim Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) Kabupaten Jember, dengan jawaban yang lebih argumentatif dan lengkap berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dibalik munculnya tudingan syirik bagi amaliah warga nahdliyyin, ada fenomena yang unik, ternyata setalah pusat pengembangan intelektual (P2I) pasca sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, mengadakan debat terbuka untuk mempertemukan (mencari titik temu, kalimatun sawa’) dari dua pendapat yang bersebrangan alias sedang tidak sejalan, H Mahrus Ali, yang menuding syirik terhadap amaliah warga nahdliyyin sebagai penulis buku, tidak berani hadir untuk mempertanggung jawabkan hasil ijtihadnya sendiri, alias kerdil. Bahkan Syeikh H Muammal Hamidy yang memberikan pengantar dalam bukunya H Mahrus Ali tesebut yang memunculkan term baru, mungkin istilah ini sangat tidak akrab di telinga kaum muslimin, yakni dengan istilah “mukmin musyrik”, padahal dua kata ini tidak bisa bersandingan jati satu. Karena tidak bisa mempertahankan alias argumennya lemah, Muammal Hamidy, akhirnya mencabut pernyataan tersebut di depan peserta seminar dan disaksikan oleh berbagai media.

Salah satu yang dianggap syirik amalan warga nahdliyyin oleh Mahrus Ali dalam bukunya, yakni “burdah”. Bahkan pesantren yang istiqamah membaca burdah, seperti pondok pesantren Sidogiri, oleh H Mahrus Ali dikecam sebagai agent of kekufuran dan bersiap-siap untuk masuk neraka dengan berbagai alasan dan beberapa literatur yang dikemukakan oleh H Mahrus Ali (lihat. Mantan Kiai NU Menggugat Sholawat dan Dzikir Syirik. hl. 54).

Kalau meminjam istilahnya Dr. Habib Mohammad Baharun, sekaligus sebagai pengantar dalam buku ini, burdah adalah gubahan syair-syair madah yang menyejukkan hati—bagaikan mata air jernih yang tidak pernah berhenti mengalir, membasahi seluruh daratan kering kemudian menjadi hijau (green nature).
Burdah karya Imam Al-Bushiri ini telah banyak diterjemahkan keberbagai bahasa dibelahan dunia, diantaranya adalah Negara Inggris, Jerman, Turki, Melayu, dan Indonesia yang kini hasil terjemahannya ada ditangan pembaca.

Bahkan para sastrawan dunia telah mengakui, bahwa burdah adalah salah satu bentuk karya puisi yang dalam kesusastraan Arab dikenal paling kuat dan bertahan, mudah dihafal, berbobot, kaya dengan estetik, romantik dan apik. Misalnya : amin tadzkuriji jirani bidzi salami—mazajta dam’an jara min muqlatin bidami (Apakah karena ingat tetangga, di negeri Dzi Salam sana-Engkau deraikan air mata bercampur darah duka?), amhayyatir-raiha min tilqai kadzimatin—wa aumadhal barqu fi dzuluma’I min idhami (Ataukah karena hembusan angin dari jalan kazhimah-Dan kilatan cahaya gulita malam dari kedalaman lembah Idham) hlm. 1-2.

Terbitnya buku ini tiada lain (hanya) untuk mempermudah pembaca memahami karya Imam Al-Bushiri yang sedang tenggelam dalam gubangan kecintaan beliau kepada utusan Allah, bukan berarti untuk mengkultuskan Nabi Muhammad sebagai Tuhan, penyelamat. Hakikat memuji Nabi Muhammad SAW bukanlah menganggap sebagai Tuhan, tetapi menyanjung sebagai manusia pilihan. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an: “Kami tidak mengutus engkau (Hai Muhammad) keculai sebagai rahmat bagi alam semesta”. Disini terlihat karya Al-Bushri, seperti Abaana mauliduhu ‘an thibi ‘unshurihi—ya thibu mubtada’I minhu wa muhtatami (Kelahiran Rasulullah SAW, menampakkan kesucian dirinya-Alangkah harum titik mulanya, Alangkah harum titik akhirnya) hlm. 37.

Memang saking rendah diri (sikap tawadu’) yang dimiliki oleh Nabi Muhammad, beliau pernah suatu ketika menolak untuk dikultus-individukan berlebihan dalam pujian seperti umat-umat terhadulu yang memuji para utusan Tuhan. Kekhawatiran tersebut takut dikemudian hari menimbulkan seperti pengultusan yang dilakukan umat Nasrani dan Yahudi yang menempatkan para utusan sebagai makhluk yang sejajar dan memiliki kemiripan dengan Tuhan.

Khazanah burdah sekarang hampir mulai sepi di lingkungan masyarakat dan pondok pesantren, kecuali memang ada beberapa pondok pesantren yang masih tetap mempertahankan burdah, syair-syair, dan nazdam di lembaganya atau masyarakat yang masih menggalakkan kumpulan (jam’iyah) di perkampungan dengan terlebih dahulu dimulai dengan alunan burdah. Kalau beberapa tahun silam, jika tuan masuk pondok pesantren, mungkin tidak sepi dengan syair, nazdam, dan burdah. Kesemua itu, dahulu digunakan ketika akan memulai atau mengakhiri kegiatan proses belajar mengajar (ngaji) di pesantren.

Kini zamannya telah berubah, santri lebih senang dengan alunan lagu-lagu barat, seperti musik India, dangdut(an), pop, kroncongan dan lainnya, ketimbang lagu-lagu burdah, padahal kalau kita cermati terkadang tidak mengandung makna dan estetika sama-sekali. Semoga dengan hadirnya buku ini diruang pembaca, bisa menjadi jendela awal untuk (kita) dan tetap mempertahankan nilai-nilai lama yang baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik demi kemajuan Agama (al-muhafadzatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidi al-ashlah). Semoga!

Judul Buku : Burdah Imam Al-Bushiri: Kasidah Cinta dari Tepi Nil untuk Sang Nabi
Penyusun : Masykuri Abdurrahman
Editor : Ahmad Dairabi
Penerbit : Pustaka Sidogiri
Distributor : Khalista, Surabaya
Cetakan : I, Maret 2009
Tebal : xxx+122 Halaman

24 Maret, 2009

Rancangan Penulisan Buku

“Menggali Potensi Diri”
Kiat Mengantar Anda Menjadi Orang Sukses


“Aku tak tahu harus memulai dari mana, aku tak tahu harus menulis apa…” lirik lagu Cinta karya Iwan Fals itu menunjukkan bahwa seniman sekaliber Iwan Fals pun bisa mengalami keterhambatan dalam kreativitasnya. Farid Gaban, ketika menjadi redaktur di sebuah surat kabar terkemuka, pernah tak punyak ide tulisan sama sekali untuk kolomnya hingga waktu deadline tiba. Dia tak bisa menorehkan tulisan sepatah kata pun, alih-alih dia malah membuat gambar untuk kolomnya itu.

Artinya, seseorang bisa berbuat apa saja, asal ada kemauan dari dalam dirinya. Hambatan dan tantangan dalam kehidupan adalah suatu hal yang biasa bagi yang mengahadapainya dengan bijak, jangan sampai hambatan dan kemelaratan dijadikan sebagai beban hidup. Itu adalah bumbu kehidupan saja. Karena dimana ada gelap disitulah ada setitik terang yang bersembunyi dibalik awan, asalkan mampu mengelolah kegelapan tadi dengan produktif.

Apa yang bisa menolong kita untuk mengatasi kreativitas yang mandek?

Tidak sedikit kita jumpai dalam kehidupan ini, seseorang yang masih belum menemukan kemana arah tujuan hidup mereka. Apalagi disaat Negara (Indonesia) dilanda berbagai krisis berkepanjangan yang tak kunjung usai, mulai dari krisis ekonomi, krisis kepemimpinan (kepercayaan), krisis moral para pemegang kebijakan sehingga barakibat pada hilangnya jati diri bangsa, kita semakin sulit untuk menentukan hidup, apalagi status ekonomi seseorang masih tergolong orang yang menengah kebawah. Mau ngelamar kerja sulit rasanya walaupun banyak lowongan pekerjaan di beberapa iklan media massa tapi saingan terlalu banyak alias ketat, apalagi yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan yang dibutuhkan, pingen melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi rasanya pun tidak mungkin, karena mahalnya biaya pendidikan kita di tanah air, ingin jadi pejabat Negara (pegawai negeri) juga tidak mungkin, karena untuk sampai kesana, sekarang harus lewat jalur belakang (nyogo’), pengin membuat usaha sendiri (home industri) hanyalah dalam hayalan saja, karena tidak mempunyai modal. Terus! Anda harus bagaimana? Diam atau bangkit dari keterpurukan?

Temukan jawabannya dalam buku ini, bagi Anda yang pingin ngelamar kerja, melanjutkan studi hingga S3 tanpa harus mengeluarkan biaya sepesetpun dari saku Anda (beasiswa), mau jadi pejabat Negara, dan yang mau mendirikan usaha sendiri. Isi buku ini akan mengajak Anda jalan-jalan untuk meraih kesuksesan apa yang menjadi impian Anda sejak dulu tetapi selalu kandas di tengah jalan. Misalnya bagaimana melihat dan kemudian mengembangkan potensi (bakat, minat) yang terpendam dalam diri Anda, menetapkan cita-cita dan tujuan hidup, cara mengambil keputusan yang tepat, strategi mencari peluang, melihat beberapa peluang masa depan, serta bagaimana mencari waktu (timing) yang tepat untuk melakukan sesuatu tindakan.

--- Struktur Penulisan Buku---
Pengantar Penerbit
Kata Pengantar Penulis
Daftar Isi

Bagian Pertama : Anda (Bisa) Menjadi Sukses
1. berusaha menjadi yang terbaik
2. belajar dari orang-orang sukses (disini di gambarkan orang yang dulunya tidak mempunyai apa-apa (miskin), kemudian menjadi orang sukses (kaya, pinter dll)
3. belajar dari pelajaran (meyajikan beraa banyak orang yang gagal dalam berusaha, kemudian melawan dengan kegagalannya itu menjadi orang sukses)
4. mulailah dari sekarang (memberikan mutivasi untuk selalu menjadi orang yang bisa)
5. hidup adalah perbuatan (menghilangkan mitos untuk selalu hidup ketergantungan kepada orang lain, sehingga menjad orang yang mandiri)
6. membangun mitra (newt work), (berusaha selalu belajar kepada orang lain, hidup dan berkumpul dengam meraka)

Bagian Kedua : Langkah Strategis Menjadi Sukses
1. melihat potensi diri Anda (orang tekadang tidak tahu bahwa setiap diri mausia mempunyai fitrah, sesuatu yang harus dikembangkan)
2. menetapkan cita-cita dan tujuan (disini akan dijelaskan, agar seseorang selalu mempunyai sifat optimis)
3. teknik mengambil keputusan (tegas, berani, dan berani mengambil resiko dalam hidup)
4. strategi mencari peluang (misalnya membangun relasi, internet dan lain sebagainya)
5. alasan memilih pilihan (menetapkan suatu pilihan hidup ada kunci sukses dalam kehidupan)
6. waktu yang tepat (timing) (bisa dimengerti nanti apa saja isinya)
7. tujuan menentukan pilihan (agar apa yang diperbuat tidak sia-sia dan bermakna baik bagi diri sendiri dan orang lain)

Bagian Ketiga : Peluang Menanti Anda
(bab ini akan diisi dengan data-data teknis untuk berusaha)
1. peluang untuk berusaha
2. peluang mendapat beasiswa
3. nama lembaga dan yayasan sosial pemberi bantuan
a. dalam negeri
b. luar negeri
4. alamat email/website pemberi bantuan beasiswa
5. contoh permohonan bantuan beasiswa
6. contoh permohonan bantuan dana sosial

Daftar Pustaka
Riwayat Penulis


Buku Referensi Sementara
1. Change your life! Perbaharuilah hidupmu! Energilah dirimu! Maka gapailah mimpimu. Rp. 44.000
2. 13 jurus jitu sukses di dunia kerja Rp. 40.000
3. Strategi mahasiswa menjadi pengusaha menuju entrepreneur student Rp. 22.000
4. 9 langkah menuju kerja Rp. 38.000
5. Krisis ada dlm dirimu, inilah cara melawanya Rp. 30.000
6. Kiat sukses membuat proposal Rp. 26.000
7. Positive living; 10 langkah hidup positif Rp. 26.500
8. Kiat menjadi orang kreatif Rp. 27.000
9. Kapan kita akan bahagia? Rp. 24.000
10. 39 Cara menjadi unggul melebihi teman Anda Rp. 33.000
11. Aku harus jadi pengusaha Rp. 20.000
12. The agent of change; keberanian memimpin perubahan Rp. 25.000
13. Melejit dengan kreatif Rp. 12.000
14. Meniru Kreativitas Tuhan Rp. 25.000


Deadline : 1 bulan (awal mei terbit)
Bentuk : 9x16 cm
Tebal : kurang lebih 150 halaman
Penerbit : Ar-Ra’yu (membaca dengan hati), Surabaya
Segmen : santri, pelajar, mahasiswa, guru, dosen & umum

20 Maret, 2009

Arab Islam di Mata Adonis

Ach. Syaiful A'la
Islam bagi kelompok konservatif selalu identik dengan Arab. Islam itu Arab dan segala aktivitas Arab mencerminkan Islam. Sementara hingga kini pemikiran Arab-Islam selalu terdapat dua kubu yang saling bertentangan disemua lini. Yaitu kubu konservatif (ats-tsâbit) dan kubu progresif (al-mutahawwil). Tetapi kelompok konservatif jauh lebih dominan karena didukung penguasa, dibandingkan dengan kelompok progresif. Kelompok konservatif menganggap masa lalu sudah sempurna, selesai dan tidak perlu ditambah-tambah lagi.

Berbeda dengan kelompok progresif. Masa lalu bukan selesai, harus diteruskan dan diperjuangkan hingga mencapai kesempurnaan yang tidak pernah didapatkan : “al-muhafazhah 'ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidil al-ashlah” (mempertahankan kebaikan warisan masa lalu dan mengkreasi hal baru yang lebih baik).

Tetapi kelompok progresif selalu menjadi kelompok pinggiran yang kurang mendapat akses dalam kekusaan. Sehingga wacananya kurang dominan, tetapi selalu muncul membuat pertentangan. Dan itu berlaku untuk semua bidang ilmu pengetahuan dalam Islam. Mulai filsafat, teologi, hukum, kemudian khilafah (kekuasaan), puisi, kebudayaan, dan sebagainya.
Karena kelompok konservatif selalu dominan dalam sejarah, maka tidak heran kalau kebudayaan mereka kering dari kreatifitas. Dalam pandangan Adonis, kreatifitas merupakan hal paling penting dalam pengembangan kehidupan. Akhirnya, tidak bisa dipungkiri kalau kebudayaan mereka selalu gagab menghadapi kebuadayaan orang lain. Kegagapan ini lantas memunculkan kompleksitas secara psikologis yang tercermin pada dualisme dalam kehidupan yang tak terpecahkan.
Buku Ats-Tsâbit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-ibdâ’ wa al-Ittibâ’ inda al-Arab, secara harfiah bisa diterjemahkan dengan bahasa : “yang mapan (statis) dan yang berubah (dinamis), kajian atas kreatifitas dan konservatifitas menurut bangsa Arab” sebuah disertasi Adonis – panggilan akrabnya Ali Ahmad Said – untuk menempuh gelar doktornya di Universitas St. Joseph Bairut Lebanon.
Buku ini telah menimbulkan pelbagai perdebatan yang seringkali muncul dari kesalahpahaman, dan kadang bahkan lahir niat yang jahat. Tapi sayangnya, kebanyakan mereka yang mengkritik sama-sekali tidak menyentuh persoalan pemikiran yang mendasar dipelbagai persoalan yang dilontarkan Adonis.

Sastrawan Kontroversial
Adonis, dilahirkan di Qassabin, Suriah. Adonis belajar filsafat di Damascus University (Suriah) dan St Joseph University di Beirut (Lebanon). Setelah dipenjara selama enam bulan pada tahun 1955 karena aktivitasnya pada Syrian National Socialist Party, ia menetap di Lebanon pada 1956.
Ali Harb, melihat Adonis sebagai pencipta atau kreator, kritikus, pemikir dan bahkan “Nabi”. Tidak hanya itu, Adonis adalah seorang sastrawan terkenal. Ada yang bilang penyair/sastrawan kontroversial. Bahkan pimikiran-pemikirannya tentang kebudayaan Arab-Islam bisa difahami lewat karya-karya sastranya.
Baik sebagai penyair atau teoris puisi, Adonis juga sebagai pemikir dengan visi radikal untuk budaya Arab. Adonis telah memberikan pengaruh pada masanya dan juga pada para penyair Arab muda. Namanya menjadi padanan untuk modernisme (hadatha). Ia memberontak semua aturan dan juga keyakinan yang ada di sana. Puisi-puisinya terasa begitu mengejutkan dan menantang kebudayaan.
Melalui karyanya ini Adonis menyajikan pandangan-pandangan kritis terhadap sejumlah pemikir Arab kontemporer tentang isu-isu kebudayaan, warisan, sejarah, dan peran perempuan Arab yang akhir-akhir ini banyak mendapat perhatian.
Adonis melihat mengapa upaya-upaya yang dilakukan Bangsa Arab untuk menjadi modern selalu gagal? Padahal, dibandingkan dengan negara-negara seperti Cina, Rusia, dan Jepang misalnya, Arab relatif lebih lama terlibat dalam kancah kemodernan, namun upaya-upaya tersebut acapkali berakhir tragis. Jika persoalannya adalah faktor budaya, bukankah Jepang yang merupakan negara industri terkemuka di dunia mampu melakukan modernisasi dengan tetap menjaga kebudayaannya?
Dalam kaca mata Adonis, persoalannya terletak pada kekeliruan dalam memahami sejarah. Sejarah bagi bangsa Arab cenderung dimaknai secara statis dan reaksioner ketimbang sebagai proses dialektika yang terus berlangsung mengikuti bahasa zaman. Lebih jauh ia mengatakan : “Kita (Arab) tidak melihat sejarah sebagai titik permulaan, tetapi sebagai batas akhir. Kita tidak melihatnya sebagai getah tumbuhan, tetapi sebagai cabang yang siap untuk tempat bergantung dan berayun.” Karena itu, menurut Adonis, satu-satunya jalan keluar bagi bangsa Arab saat ini adalah keharusan mengadaptasikan warisan Arab dengan era modern. Dengan begitu, ia optimis kelak Arab akan mampu meraih kemajuan yang genuine dan otentik.
Keprihatinan patut kita alamatkan pada negeri Arab dan dunia Islam secara umum. Betapa tidak? Arab yang merupakan tempat persemaian salah satu budaya terbesar dunia, akhirnya harus berhadapan dengan pilihan yang cukup sulit dan dilematis : Menerima budaya luar (Barat) yang sekuler, liberal, dan progresif, atau tetap setia pada tradisi Islam klasik. Yang menarik, persoalan ini telah mengundang perdebatan hangat di antara sejumlah pemikir Arab kontemporer.
Berangkat dari rasa ketidakpuasan melihat keterpurukan dan keterbelakangan masyarakat Arab dewasa ini sebagai akibat dari sistem budaya dan pola pikir yang berorientasi ke masa lampau (atavisme). Adonis, telah menawarkan agenda-agenda pembaharuan, dekonstruksi, bahkan perubahan radikal kebudayaan Arab sehingga mampu merespons kebutuhan-kebutuhan modern.
Dalam konteks Indonesia, tentu kajian ini sangat penting. Apalagi selama ini Arab dengan Islam acapkali diidentikkan, meski sebenarnya tak seidentik itu. Karena Arab adalah kebudayaan lokal dan partikular, yang dibentuk oleh ruang dan waktu, sementara Islam adalah ajaran yang diyakini secara universal. Karena itulah, barangkali kehadiran buku ini patut kita sambut gembira. Karena minimal karya ini akan sangat membantu kita dalam memahami modernitas dan kaitannya dengan budaya, khususnya Islam sebagai “way of life” mayoritas masyarakat negeri ini.
Mungkin bagi sebagian orang, buku terjemahan barangkali dianggap amat menyebalkan, karena bahasanya cendrung kaku, kurang melokal, tidak komunikatif dan sebagainya. Apalagi pemikiran Adonis (kata banyak orang) bahasa sangat berat. Ternyata buku Ats-Tsâbit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-ibdâ’ wa al-Ittibâ’ inda al-Arab : Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam, diterjemahkan seapik mungkin, melokal, segar, sehingga menjadi mudah memahami pemikiran-pemikiran Adonis serta karya sastranya.
Data Buku
Judul Asli : Ats-Tsâbit wa al-Mutahawwil: Bahts fi al-ibdâ’ wa al-Ittibâ’ inda  
  al-Arab
Judul Buku : Arkeologi Sejarah Pemikiran Arab-Islam
Penerjemah : Khoirun Nahdiyyin
Editor : M Faisol Fatawi
Penerbit : LKiS, Yogyakarta
Cetakan : I, September 2007
Tebal : 4 Eksemplar

11 Maret, 2009

Memilih atau (Tetap) Golput?

PASCA PUTUSAN MK TENTANG SUARA TERBANYAK

Oleh : Ach. Syaiful A’la*

Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mencabut pasal pasal 214 huruf a, b, c, d dan e UU No 10/2008 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945 benar-benar memberikan angin segar dan memberi kesempatan seluas-luasnya bagi para caleg yang mendapatkan nomor sepatu dan menjadi kebakaran jenggot bagi para caleg dari elit partai yang dulunya optimis berada diurutan nomor jadi (No. 1). Dengan keputusan tersebut, semua caleg bisa berkompetisi untuk memperebutkan kursi di DPR. Partai tidak lagi seenaknya menggunakan otoritas penuh dalam menentukan kader-kadernya untuk duduk di kursi DPR, padahal mereka tidak disukai rakyat, karena tidak pernah membela kepentingan rakyat.

Langkah bijak yang diambil oleh MK itu bukan tidak mempunyai berdampak apa-apa dalam perpolitikan nasional. Karena para caleg (apakah mereka berada di nomor jadi dan nomor urut sepatu) sama-sama mempunyai pendukung (basis massa) yang panatik untuk mengantarkan calonnya (figure) mewakili di DPR.

Hal positif yang bisa dapat kita ambil dari keputusan MK, masyarakat dalam menentukan wakilnya tidak lagi ibarat memilih kucing dalam karung, sekarang kucingnya sudah berada di akuarium (Muhammad Sholeh, JP/27/08). Masyarakat bisa melihat denga jelas siapa wakilnya, pembela nasibnya lima tahun kedepan tanpa harus panatik terhadap partai politik, kiai atau golongan tertentu.

Disamping itu pula, keputusan MK akan mengurangi angka golput pada proses pemilihan umum nanti. Misalnya, sebelumnya keputusan MK, orang yang diidolakan masyarakat berada di nomor sepatu, akhirnya masyarakat enggan datang ke TPS, karena calonnya tidak mungkin jadi kalau tidak memenuhi kuota berapa % sesuai yang ditetapkan oleh aturan main partai. Maka sedikit sekali – untuk tidak mengatakan tidak ada – caleg yang mendapat nomor urut sepatu bisa menang dalam perebutan caleg.

Dampak negatif dari pencabutan pasal pasal 214 huruf a, b, c, d dan e UU No 10/2008 itu, akan terjadi perpecahan ditubuh partai sendiri. Kecuali ada beberapa partai yang memang sebelumnya telah menerapkan sistem kompetisi penuh dalam pemilihan umum. Hal yang demikian itu pula kita harus memikirkannya matang-matang untuk mengantisipasi kalau ada persaingan tidak sehat di dalam tubuh partai. Saling intimidasi dan maraknya politik uang (money politic). Inilah tugas partai bagaimana mengelola konflik internal.

Kenapa (Harus) Golput?

Beberapa waktu lalu, Gus Dur – panggilan akrapnya KH Abdurrahman Wahid – menyerukan golput pada pemilu 2009 (bukan hanya kepada simpatisan PKB Pro Gur Dur karena konflik internal ditubuh partainya), tetapi seruan itu dikumandangkan juga untuk seluruh masyarakat Indonesia. Kalau kita cermati ada yang menarik dari seruan Gus Dur itu? Semua orang termasuk elit partai politik, pengamat, dan tokoh masyarakat kebingunan dan angkat bicara dengan pernyataan mantan orang nomor di Indoensia itu. Bahkan sampai ada yang mau menggugat kepengadilan, tapi gak jadi. Yang menarik ada beberapa kiai dan ulama berkumpul melakukan bahtsul masail untuk melawan penyataan Gus Dur secara fikih. Hasil forum kiai-kiai itu akhirnya mengelurakan fatwa bahwa golput hukumnya haram.

Kalau kita cermati lebih mendalam, pernyataan golput yang dikumandang Gus Dur sebenarnya bukanlah pendefinisian yang cukup sederhana, yaitu hanya tidak memilih atau menggunakan hak pilihnya pada pemilu nanti. Term “golput” yang diserukan Gus Dur mempunyai arti lain yang cukup bermakna dan tidak hanya untuk pemilih saja tembakannya, tetapi calon pun harus memilih untuk menjadi orang golput.

Seperti apa golput yang diinginkan Gus Dur? Arti sederhana golput adalah singkatan dari golongan putih alias orang-orang yang mempunyai pilihan untuk tidak memilih. Dalam hadis Nabi disebutkan – arrasyi wa al-mustasyi fi nar (orang yang menyogok dan yang menerima sogok keduanya adalah Neraka). Inilah jawaban Gus Dur sebenarnya bahwa pada pemilihan umum 2009 agar supaya semua calon dan pemilih bersih (menjadi golongan putih) dari hal-hal keji itu. Gus Dur menginginkan proses pemilihan umum benar-benar berjalan bersih, jujur, adil, bebas dan rahasia. Artinya, bukan Abdurrahman Wahid kalau tidak kontroversial. Kenak dech! Belum tahu dia!

Harapan kita dengan keputusan MK, proses demokrasi jangan sampai dinodai dengan sistem yang tidak sehat. Keputusan MK betul-betul dijadikan sarana untuk memperbaiki proses demokrasi di Indonesia yang kini banyak dinodai oleh individu-individu yang mempunyai kepentingan sesaat dengan melakukan berbagai cara (money politic) untuk memenuhi syahwat politiknya. Sehingga banyak kejangglan terjadi disana-sini mulai dari konflik pilkada, pilwali, pilgub tak kunjung usai. Kepada para calon silahkan suguhi masyarakat dengan bentuk visi-misi, program dan langkah kongkrit yang akan dikerjakan selama lima tahun kedepan, masyarakat pun harus dengan jeli melihat action beberapa calon untuk tidak memilih poli(tikus) busuk.

*Peneliti di Lembaga Kajian & Survey Nusantara (LAKSNU). Hp. 081703039434.